KERATON
YOGYAKARTA
A.
Sejarah Keraton Yogyakarta
Istilah
karaton, keraton atau keraton berasal dari kata Ka-ratu-an, yang berarti tempat
tinggal ratu atau raja. Sedangkan arti yang lebih luas lagi dapat diuraikan
bahwa linhkungan seluruh struktur dan bangunan wilayah keraton mengandung arti
tertentu yang berkaitan dengan salah satu pandangan hidup jawa yang sangat
esensial yaitu Sangkan Paranin Dumadi (Darimana Asalnya Manusia dan kemana
akhirnya manusia setelah mati). Garis besar wilayah keraton Yogyakarta yang
memanjang 5km dari panggung krapyak disebelah selatan hingga tugu keraton
disebelah utara. Dari arah selatan keutara melambangkan proses terjadinya
menusia, mulai ketika masih berada dialam arwah (tempat tingggi), sampai hadir
kedunia. Disini keraton sebagai badan jasmani manusia sedang raja atau sultan
adalah lambang jiwa sejati yang hadir kedalam badan jasmani, sedangkan dari
arah utara keselatan melambangkan proses perjalanan manusia pulang kehadirat
tuhan yang maha esa sebagai asal dari segala apa yang ada (Dumadi), oleh karena
itu sebutan sangkan paraningdumadi adalah sebutan lain untuk tuhan dalam
pandangan hidup jawa.
Panggung
krapyak adalah tepat tinggi, dalam hal ini adalah lambang tempat asalnya
manusia secara esensial disisi tuhan sebagai tempat yang tinggi. Gamabaran yang
sederhana adalah, tugu keraton Yogyakarta sebagai penjelmaan lingga (laki-laki)
dan panggung krapyak sebagai tempat penjelmaan Yoni (perempuan). Keraton
Yogyakarta sebagai lambang badan jasmani manusia yang berasal dari laki-laki
(lingga) dan perempuan (Yoni) menjadi keraton Yogyakarta (sangkan paraning
dumadi).
Keraton
Yogyakarta mulai didirikan oleh sultan Hamengkubuwono I beberapa bulan pasca
perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas
sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati . pesanggrahan ini digunakan
untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja mataram (karta sura dan
surakarta) yang akan dimakamkan diimogiri. Versi lain menyebutkan lokasi kertaon
merupakan sebuah mata air, umbul pacetokan yang ada ditengah hutan beringan.
Sebelum menempati keraton Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono I berdiam
dipesanggrahan ambar ketawang yang sekarang termasuk wilayah kecamatan gamping
kabupaten sleman. Secara fisik istana pada sultan Yogyakarta memiliki 7 komplek
inti yaitu Siti Hinggil ler (Balairung Utara), kemandhungan Ler (Kemandungan
Utara), Sri Manganti, Kedaton, kemandhungan. Kemandhungan Kidul (Kemandhungan
Selatan) dn Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan) selain itu keraton
Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun
benda-benda kuno dan bersejarah. Disisi lain, keraton Yogyakarta juga merupakan
suatu lembaga adat lengap dengan pemangku adatnya.
B.
Tata Ruang dan Arsitektur
Arsitek keraton Yogyakarta sendiri
adalah Sultan Hamengkubuwono I, yang merupakan pendiri dari kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat. Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari
keraton berikut desain dasar landscape kota tua Yogyakarta diselesaikan tahun
1755-1756. Bangunan lain ditambahkan oleh para sultan Yogyakarta berikutnya.
Bentuk istana yang tmpak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran
dan restorasi yang dilakukan oleh seltan Hamengku Buwono VIII (1921-1939)
Dahulu
bagian utama Istana dari utara keselatan dimulai dari gapura gladhag diutara
sanpai diplengkung nirboyo diselatan. Bagian-bagian utama kerton Yogyakarta
dari utara keselatan adalah gapura gladhag pangurakan, komleks alun-alun ler
(lapangan utara) dan masjid gedhe (masjid raya kerajaan), kompleks pagelaran,
kompleks siti hinggil ler, komleks kamangdhungan ler, kompleks srimanganti,
kompleks kedaton, kompleks kemagangan, kompleks kemandungan kidul, kompleks
siti hinggil kidul (sekarang disebut sasana hinggil), serta alun-alun kidul
(lapang selatan) dan plengkung nirbaya yang biasa disebut plengkung gadhing.
Sebagian
besar bangunan di utara kompleks
Kedhaton menghadap arah utara dan sebelah selatan kompleks kedhaton menghadap
ke selatan. Di daerah kedhaton sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau
barat. Namunn demikian ada bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain
bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan Keraton juga memiliki bagian
yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah kompleks Pracimosono, Kompleks
Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari dan Kompleks Istana
Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di dalem Mangkubumeng).
Disekeliling Keraton dan didalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri
dari tembok atau dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dindingg tersebut ada
beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara lain tugu Pal putih,
Gedhong Krapyak, Dalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri) dan Pasar Beringharjo.
C. Bangunan Kompleks Depan
§ Gladhag-Pengarukan
Gerbang
utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara adalah
Gapura Gladhag dan Gapura Pengarukan yang terletak persis beberapa meter di
sebelah selatanya. Kedua gerbang ini tampak seperti pertahanan yang berlapis,
konon Pengarukan merupakan tempat penyerahan suatu daftar jaga atau tempat
pengusiran dari kota bagi mereka yang mendapat hukuman pengasingan atau
pembuangan.
Versi
lain mengatakan ada tiga gerbang yaitu Gapura Gladhag, Gapura Pengarukan Njawi,
dan Gapura Pengarukan Lebet. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujung utara
jalan Trikora ( Kantor Pos Besar Yogyakarta dan Bank BNI 46) namun sekarang ini
sudah tidak ada. Disebelah selatanya adalah Gapura Pengarukan Njawi yang
sekarang masih berdiri dan menjadi gerbang pertama jika masuk Keraton dari
utara. Diselatan gapura Pengarukan Njawi terdapat pelataran/lapangan Pengarukan
yang sekarang sudah menjadi bagian dari jalan Trikora. Batas sebelah selatannya
adalah Gapura Pengarukan Lebet yang juga masih berdiri. Selepas dari gapura
Pengarukan terdapat alun-alun Ler.
§ Alun-alun Ler
Alun-alun
ler adalah sebuah lapangan berumput dibagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu
tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang
cukup tinggi. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja
yang tampak. Dibagian pinggir sudah dibuat jalan beraspal yang dibuka untuk
umum.
Dipinggir
alun-alun ditanami deretan pohon beringin, dan ditengah-tengahnya terdapat
sepasang sengkeran atau ringin kurung (beringin yang dipagari). Kedua pohon ini
diberi nama kiyai Dewadari dan Kiyai Janadaru. Pada zamannya selain Sultan
hanyalah pepati dalem yang boleh berjalan melewati kedua pohon beringin ini.
Tempat ini pula yang dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukan “Tapa Pepe”
saat pisowanan ageng, sebagai bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah.
Pada
zaman dahulu alun-alun ler digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan
upacara kerajaan. Diantaranya adalah upacara grebek sekaten, acara wayangan
serta rampongan macan, pisowanan ageng, dan sebagainya.
Sekarang
tempat ini sering digunakan untuk berbagai acara yang juga melibatkan
masyarakat seperti konser-konser musik, rapat akbar, tempat penyelenggaraan
ibadah hari raya Islam sampai juga digunakan untuk sepak bola warga sekitar dan
tempat parkir kendaraan.
D. Kompleks Bangunan Inti
·
Kompleks
Pagelaran
Bangunan
utama adalah bangsal Pagelaran yang dahulu dikenal dengan nama tratag rambat.
Pada zamannya pagelaran merupakan tempat para penggawa kesultanan menghadap
Sultan pada upacara resmi. Sekarang sering digunakan untuk event-event
pariwisata, religi dan lain-lain. Disamping untuk upacara adat keraton.
Sepasang bangsal pemadengan terletak disisi jauh sebelah timur dan barat
pagelaran. Dahulu tempat ini digunakan oleh sultan untuk menyaksikan latihan
perang dialun-alun lor.
·
Siti
Hinggil Ler
Diselatan
kompleks pagelaran terdapat kompleks Siti Hinggil Ler. Siti Hinggil digunakan
sebagai tempat penobatan atau pelantikan raja-raja kesultanan Yogyakarta dan
tempat diselenggarakannya upacara Pasowanan Agung. Pada tanggal 17 desember
1949, pernah dipakai untuk pelantikan Ir. Soekarno sebagai presiden RIS. Selain
itu pernah pula digunakan untuk peresmian Universitas Negeri di Indonesia yaitu
UGM (Universitas Gajah Mada). Bangunan ini telah dipugar pada zaman Sri Sultan
Hamengkubuwono VIII dengan ditandai candrasengkala (tahun jawa) pada bagian
atas muka bangsal Siti Hinggil berbunyi “Pandhita Cakra Naga Wani” yang berarti
tahun 1857 jawa. Serta ditandai dengan Surya Sengkala (tahun masehi) pada
bagian atas dalam berbunyi “Gana Asta Kembang Lata” yang berarti tahun 1926
masehi
·
Kamandhungan
Lor
Diselatan
Siti Hinggil terdapat lorong yang membujur kearah timur barat. Dinding selatan
lorong merupakan dinding cepuri dan terdapat sebuah gerbang besar, Regol Brojo
Nolo sebagai penghubung Siti Hinggil dengan kemandhungan. Disebelah timur dan
barat sisi selatan gerbang terdapat poros penjagaan. Gerbang ini hanya dibuka
pada saat acara resmi kerajaan dan dihari-hari lain selalu dalam keadaan
tertutup. Untuk masuk ke kompleks Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keraton
sehari-hari melalui pintu gapura Keben disisi timur dan barat kompleks ini
yanhg masing-masing menjadi pintu kejalan kemitbumen dan roto wijayan.
Kompleks
Kamandhungan Ler sering disebut Keben karena dihalamannya ditanami tanaman
pohon Keben. Bangsal pinconiti yang berda ditengah-tengah halaman merupakan
bangunan utama dikompleks ini. Dahulu (tahun 1812) bangsal ini digunakan untuk
mengadili perkara dengan ancaman hukuman mati dimana sultan sendiri yang
memimpin pengadilan. Kini bangsal ini digunakan dalam upacara adat seperti Grebek
dan Sekaten. Diselatan bangsal poncowati terdapat kanopi besar untuk menurunkan
para tamu dari kendaraan mereka yang dinamakan Bale Antiwahana.
·
Sri
Manganti
Kompleks
Sri Manganti terletak disebelah selatan kompleks Kamandhungan ler dan
dihubungkan oleh Regol Sri Manganti. Pada dinding penyekat terdapat hiasan
makara raksasa disisi barat kompleks terdapat bangsal Sri Manganti yang pada
zamannya digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu-tamu penting kerajaan.
Sekarang dilokasi ini ditempatkan beberapa pusaka Keraton yang berupa alat
musik gamelan. Selain itu berfungsi untuk penyelenggaraan event pariwisata
Keraton.
·
Kedhaton
Disisi
selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang menghubungkan
dengan kompleks Kedhaton. Dimuka gerbang terdapat sepasang arca raksasa
Dwarapala yang dinamakan Cingkorobolo disebelah timur dan Bolobuto di sebelah
barat. Disisi timur terdapat pos penjagaan. Pada dinding penyekat sebelah
selatan tergantung lambang kerajaan.
Kompleks
kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan
dirindangi oleh pohon sawo kecik. Kompleks ini setidaknya dibagi menjadi tiga
bagian halaman. Bagian peratama adalah pelataran Kedhaton dan merupakan bagian
Sultan. Bagian selanjurtnya adalah keputren yang merupakan bagian istri dan
para putri sultan. Bagian terakhir adalah Ksatriyan, merupakan bagian
putra-putra sultan. Dikompleks ini tidak semua bangunan terbuka untuk umum,
terutama dari bangsal kencono kearah barat.
Dibagian
pelataran kedhaton, bangsal kencono yang menghadap ketimur merupakan Balairung
utama diistana. Ditempat ini dilaksanakan berbagai upacara untuk keluarga
kerajaan disamping untuk upacara kenegaraan. Di keempat ini terdapat tratag
bangsal kencana yang dahulu digunakan untuk latihan menari. Disebelah barat
bangsal kencana terdapat dalem ageng Paroboyakso yang menghadap keselatan.
Bangunan yang berdinding batu merupakan pusat dari istana secara keseluruhan
didalamnya disemayamkan pusaka kerajaan, tahta sultan, dan lambang-lambang kerajaan
lainnya.
Keputren
merupakan tempat tinggal permaisuri dan
selir raja. Ditempat yang memiliki tempat khusus untuk beribadat pada zamannya
tinggal para putri raja yang belum menikah. Tempat ini merupakan kawasan
tertutup sejak pertama kali didirikan hingga sekarang. Ksatriyan pada zamannya
digunakan sebagai tempat tinggal putra raja yang belum menikah. Bangunan
utamanya adalah pendopo Ksatriyan ini sekarang digunakan sebagai tempat
penyelenggaraan tempat pariwisata. Diantara pelataran kedhaton dan Ksatriyan
dahulu merupakan istal kuda yang dikendarai oleh Sultan.
·
Kemagangan
Disisi
selatan kompleks kedhaton Regol Kamagangan yang menghubungkan kompleks kedhaton
yang menghubungkan kompleks Kemagangan. Gerbang ini begitu penting karena
didinding penyekat sebelah utara terdapat patung dua ekor ular yang
menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Disisi selatannya terdapat
dua ekor ular dikanan dan kiri gerbang yang menggambarkan tahun yang sama.
Dahulu kompleks Kemagangan digunakan untuk penerimaan calon pegawai (Abdi Dalem
Magang), tempat berlatih serta apel kesetiaan para abdi dalem magang. Bangsal
magangan yang terletak ditengah halaman besar digunakan sebagai tempat upacara
Bedhol Songsong, pertunjukan wayang kulit yang menandai proses ritual
dikeraton. Bangunan pawon ageng (Dapur Istana). Sekul Langgen berad disisi timur
dan pawon ageng berada disisi barat. Kedua nama tersebut mengacu pada jenis
masakan nasi langgi nasi gebuli disudut tenggara dan barat daya terdapat panti
paraden. Kedua tempat ini digunakan untuk membuat paraden atau gunungan pada
saat menjelang upacara grebek. Disisi timur dan barat terdapat gapura yang
masing-masing merupakan pintu kejalan suryo putran dan jalan magangan.
Disisi
selatan halaman besar terdapat sebuah jalan menghubungkan kompleks Kamagangan
dengan Regol Gadhung Mlati. Disebelah barat tempat ini terdapat dermaga kecil
yang digunakan oleh sultan untuk berperahu melintasi kanal dan berkunjung
ketaman sari.
·
Kamandhungan
Kidul
Diujung
selatan kompleks kamagangan terdapat sebuah gerbang Regol Gadhing Mlati yang
menhubungkan kompleks kamagangan dengan kompleks kamandhungan kidul. Dikompleks
kamandungan kidul terdapat bangunan utama yaitu bangsal kamandhungan. Bangsal
ini konon berasal dari pendapat desa Pandak Karang Nangka didaerah Sokawati
yang pernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono I. Disisi selatan
kamandhungan kidul terdapat sebuah gerbang Regol Kemandhungan yang menjadi
pintu paling selatan dari kompleks Cepuri.
·
Siti
Hinggil Kidul
Siti
Hinggi Kidul atau yang sekarang dikenal dengan sasana Hinggil Dwi Abad terletak
disebelah utara alun-alun kidul. Luas kompleks Siti Hinggil Kidul kurang lebih
500 m2. Sisi timur utara barat dari kompleks ini terdapat jalan
kecil yang disebut dengan pamekang. Dahulu ditengah Siti Hinggil terdapat
pendopo sederhana yang kemudian dipugar pada tahun 1956 menjadi sebuah gedhong
Sasana Hinggil Dwi Abad. Sebagai tanda peringatan 200 tahun Yogyakarta.
Siti
Hinggil Kidul digunakan pada zaman dahulu oleh sultan untuk menyaksikan para
prajurit keraton yang sedang melakukan geladi bersih upacara grebek, tempat menyaksikan
adu manusia dengan macan dan untuk berlatih prajurit perempuan, lengan kusumo.
Sekarang Siti Hinggil Kidul digunakan untuk menggelar seni pertunjukan untuk
umum.
E. Kompleks Belakang
·
Alun-alun
Kidul
Alun-alun
kidul (Selatan) adalah alun-alun dibagian selatan Keraton Yogyakarta. Alun-alun
disebut sebagai Pangkeran. Pangkeran berasal dari kata Pengker (bentuk krama)
dan mburi (belakang). Hal tersebut sesuai dengan keletakan alun-alun yang
memang berada dibelakang keraton.
·
Plekung
Nirbaya
Plekung
Nirbaya merupakan ujung selatan poros utama keraton. Dari tempat ini sultan
Hamengkubuwono I masuk kekeraton Yogyakarta pada saat perpindahan pusat
pemerintahan dari Kedhaton Ambar Kethawang. Gerbang ini digunakan sebagai rute
keluar untuk prosesi panjang pemakaman sultan ke Imogiri. Untuk alasan ini lah
tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi sultan yang sedang bertahta.
F. Bangunan-Bangunan di Lingkungan
Luar Keraton
·
Taman
Sari
Taman
sari terletak disebelah barat daya keraton dan berada didalam benteng Keraton.
Taman sari dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1758 Masehi
untuk kepentingan rekreasi sekaligus berfungsi sebagai benteng pertahanan.
Setelah dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I, hanya berfungsi sampai tahun
1812 Masehi, pada akhir pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono II. Dikompleks
ini terdapat tempat yang masih dianggap sakral, yakni Pasarean Ledoksari tempat
peraduan dan pribadi Sultan.
·
Roto
Wijayan
Kompleks
Roto wijayan merupakan bagian Keraton untuk menyimpan dan memelihara kereta
kuda. Tempat ini mungkin dapat disebut sebagai garasi instana. Sekarang
kompleks Roto wijayan menjadi museum kereta Keraton. Di kompleks ini masih
disimpan berbagai kereta kerajaan yang dahulu digunakan sebagai kendaraan
resmi. Beberapa diantaranya adalah Nyai Jimat, KK Garuda Yaksa dan Kiyai Rata
Pralaya.
·
Makam
Raja-Raja Mataram
a) Makam Istana Kotagede
Makan kerajaan mataram
kotagede itu terletak dibelakang Masjid Besar zaman Keraton Mataram yang
sebelum didirikan Masjid adalah tempat kediaman Ki Ageng Pemanahan, yang
dikenal juga sebagai Ki Ageng Mataram pendiri Mataram kotagede. Makam ini
selesai dibuat tahun 1528 jawa (1606 masehi). Kompleks makam ini terdiri atas
tiga bangunan, yang masing-masing disebut tajug yang terletak dibagian utara terdapat
makam Kanjeng Nyai Ageng Enis ibu Ki Ageng Mataram, Pangeran Jaya Prana dan
Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Pada bagian witana yang terletak disebelah
selatan tajug terdapat makam Ki Ageng Pemanahan dan Nyi Ageng Pemanahan.
Sedangkan dibagian prabayasa terdapat makam Sinuhun Prabu Hanyokrawati (Sinuhun
Seda Krapyak) dan Sri Sultan Hamengkubuwono II.
b) Makam Imogiri
Makam Imogiri terletak
disebelah tenggara kota Yogyakarta. Makam Imogiri dibangun pada tahun 1630
namun ketika pembangunan makam itu selesai Pangeran Jumina paman dari Sultan
Agung mengusulkan agar bukan hanya Sultan Agung saja yang dimakamkan.
Pembangunan induk makam ini disebut dengan Kasultanagungan pada waktu terjadi
perjanjian Giyanti pada tahun 1755 makam itu dibagi menjadi dua bagian. Bagian
sebelah barat sebagai makam raja-raja Kasunan Surakarta yang dianggap lebih tua
dan sebelah timur untuk makam raja-raja kesultanan Yogyakarta.
·
Pracisomo
Merupakan
kompleks keraton yang diperuntukan bagi prajurit para keraton. Sebelum bertugas
dalam upacara para prajurit keraton mempersiapkan diri ditempat ini. Kompleks
ini tertutup untuk umum terletak disebelah barat pagelaran dan Siti Hinggil
Lor.
·
Kadipaten
Kompleks
ndalem Mangkubumen merupakan istana putra mahkota atau dikenal dengan nama Kadipaten.
Tempat ini terletak dikampung Kadipaten sebelah barat laut Taman Sari. Sekarang
kompleks ini digunakan sebagai kampus Universitas Widya Mataram.
·
Kawasan
Tertutup
Kompleks
tamanan merupakan kompleks taman yang berada di barat laut kompleks Kedhaton.
Kompleks ini tertutup untuk umum disini terdapat Masjid atau kompleks Panepen
yang digunakan oleh Sultan dan keluarga kerajaan. Tempat ini digunakan sebagai
tempat akad nikah bagi keluarga sultan.
F. Warisan Budaya
Selain
memiliki kemegahan bangunan keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan
budaya yang tidak ternilai. Diantaranya adalah upacara-upacara adat, tarian
sakral musik, dan pusaka (Heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah upacara
grebek sekaten dan siraman pusaka.
G. Pusaka Kerajaan (Royan
Heirlooms)
Pusaka
dikeraton Yogyakarta disebut sebagai keagungan dalem yang dianggap memiliki
kekuatan magis atau peninggalan yang diwarisi oleh generasi awal. Dalam
lingkungan keraton, pusak terdapat baik dalam benda nyata ataupun pesan yang
terdapat dalam sesuatu yang lebih abstrak seperti penampilan. Keraton memiliki
peraturan mengenai hak resmi atas orang yang akan mewarisi benda pusaka. Pusak
memiliki kedudukan yang kuat dan orang luar selain keluarga kerajaan tidak
dapat dengan mudah mewarisinya. Benda-benda pusaka keraton memiliki nama-nama
tertentu. Sebagai contoh adalah Kiyai Permili yaitu kereta kuda yang digunakan
untuk mengangkut abdi dalem manggung yang membawa Rageelia. Selain nama pusaka
tersebut mempunyai gelar dan kedudukan tertentu, tergantung jauh atau dekatnya
hubungan dengan sultan. Seluruh pusaka dalam jabatannya diberi Kiyai (K) jika
bersifat maskulin atau Nyai (Ny) jika bersifat feminim. Apabila pusaka tersebut
sedang atau pernah digunakan oleh sultan diberi tambahan Kanjeng. Sebagai
contoh adalah Kanjeng Nyai Jimat sebuah kereta kuda yang dipergunakan oleh
Sultan Hamengkubuwono I sampai Sultan Hamengkubuwono IV sebagai kendaraan
resmi.
Wujud
benda pusaka bermacam-macam. Benda-benda tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1. Senjata
Tajam (Tombak KK Gadatapangan, Keris, Wedhung, ataupun Pedang KK Mangunoneng)
2. Bendera
dan Panji Kebesaran (KK Pujo dan KK Puji)
3. Perlengkapan
Kebesaran (satu set regalia yang disebut KK upocoro dan Lambang kebesaran
Sultan disebut KK ampilan)
4. Alat-alat
Musik (Gamelan KK Kancil Belik)
5. Alat-alat
Transportasi (Kereta kuda, Tandu Lawak dan Pelana kuda KK cekathak)
6. Manuskrip,
babad (kronik) berbagai karya tulis lain ( KK Surya Raja/Buku matahari
Raja-raja, KK Al-Quran dan KK Baratayudha)
7. Perlengakapan
Sehari-hari (Priyuk Ny Mrico yang hanya digunakan untuk upacara grebek mulud)
8. Lain-lain
(Wayang Kulit KK Jayaningrum/Arjuna dan Guci tembikar K Danumurti yang berasal
dari Aceh yang juga terdapat dipemakaman Imogiri), dan sebagainya.
H. Lambang Kebesaran
KK
ambilan merupakan satu set benda-benda penanda martabat Sultan. Benda-benda
tersebut adalah dampar kencana (Singgasana Mas) berikut Pancadan/Amparan
(tempat tumpuan kaki Sultan dimuka singgasana) dan Dampar Cempuri (untuk
meletakan seperangkat sirih pinang disebelah kanan singgasana sultan), panah,
Gandhewa (Busur Panah), pedang, Tameng, Elar Badhak (Kipas dari burung merak),
KK Al-Quran, Sajadah, Songsong (Payung kebesaran) dan beberapa tombak. KK
ambilan ini selalu berada disekitar sultan saat upacara resmi kerajaan. KK
ambilan dibawa oleh sekelompok Ibu-ibu atau nenek-nenek yang sudah Menopause.
·
Gamelan
Gamelan
merupakan seperangkat alat musik tradisional jawa. Keraton Yogyakarta memiliki
sekitar 18-19 set gamelan pusaka, 16 diantanya digunakan sedangkan sisanya
dalam kondisi kurang baik. Setiap gamelan memiliki nama kehormatan sebagai mana
sepantasnya pusaka yang sakral. Tiga buah gamelan (KK Guntur laut, KK Maeso
Ganggang, Guntur Madu) berasal dari zaman sebelum perjanjian Giyanti dan 15
sisanya berasal dari kesultanan Yogyakarta.
·
Tanda
Jabatan
Beberapa
pusaka khususnya keris juga digunakan sebagai simbol jabatan orang yang
memakainya. Sebagai contoh adalah KKA Kopek. Keris utama keraton Yogya ini
merupaka Keris yang hanya diperkenankan untuk dipakai sultan yang sedang
bertahta yang melambangkan martabatnya sebagai kepala kerajaan. KK Joko Piturun
merupakan Keris yang dipinjamkan oleh sultan kepada Pangeran Adipati Anom,
Putra mahkota kerajaan sebagai tanda jabatannya. Keris KK Toyatinaban merupakan
keris yang dipinjamkan oleh sultan kepada Gusti Pangeran Harya Hangabehi, putra
tertua sultan sebagai lambang kedudukan selaku kepala Perentah Hageng Karaton.
No comments:
Post a Comment