Monday, 8 April 2013

KERATON YOGYAKARTA


KERATON YOGYAKARTA
A. Sejarah Keraton Yogyakarta
Istilah karaton, keraton atau keraton berasal dari kata Ka-ratu-an, yang berarti tempat tinggal ratu atau raja. Sedangkan arti yang lebih luas lagi dapat diuraikan bahwa linhkungan seluruh struktur dan bangunan wilayah keraton mengandung arti tertentu yang berkaitan dengan salah satu pandangan hidup jawa yang sangat esensial yaitu Sangkan Paranin Dumadi (Darimana Asalnya Manusia dan kemana akhirnya manusia setelah mati). Garis besar wilayah keraton Yogyakarta yang memanjang 5km dari panggung krapyak disebelah selatan hingga tugu keraton disebelah utara. Dari arah selatan keutara melambangkan proses terjadinya menusia, mulai ketika masih berada dialam arwah (tempat tingggi), sampai hadir kedunia. Disini keraton sebagai badan jasmani manusia sedang raja atau sultan adalah lambang jiwa sejati yang hadir kedalam badan jasmani, sedangkan dari arah utara keselatan melambangkan proses perjalanan manusia pulang kehadirat tuhan yang maha esa sebagai asal dari segala apa yang ada (Dumadi), oleh karena itu sebutan sangkan paraningdumadi adalah sebutan lain untuk tuhan dalam pandangan hidup jawa.
Panggung krapyak adalah tepat tinggi, dalam hal ini adalah lambang tempat asalnya manusia secara esensial disisi tuhan sebagai tempat yang tinggi. Gamabaran yang sederhana adalah, tugu keraton Yogyakarta sebagai penjelmaan lingga (laki-laki) dan panggung krapyak sebagai tempat penjelmaan Yoni (perempuan). Keraton Yogyakarta sebagai lambang badan jasmani manusia yang berasal dari laki-laki (lingga) dan perempuan (Yoni) menjadi keraton Yogyakarta (sangkan paraning dumadi).
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh sultan Hamengkubuwono I beberapa bulan pasca perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati . pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja mataram (karta sura dan surakarta) yang akan dimakamkan diimogiri. Versi lain menyebutkan lokasi kertaon merupakan sebuah mata air, umbul pacetokan yang ada ditengah hutan beringan. Sebelum menempati keraton Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono I berdiam dipesanggrahan ambar ketawang yang sekarang termasuk wilayah kecamatan gamping kabupaten sleman. Secara fisik istana pada sultan Yogyakarta memiliki 7 komplek inti yaitu Siti Hinggil ler (Balairung Utara), kemandhungan Ler (Kemandungan Utara), Sri Manganti, Kedaton, kemandhungan. Kemandhungan Kidul (Kemandhungan Selatan) dn Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan) selain itu keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Disisi lain, keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengap dengan pemangku adatnya.

B. Tata Ruang dan Arsitektur
            Arsitek keraton Yogyakarta sendiri adalah Sultan Hamengkubuwono I, yang merupakan pendiri dari kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape kota tua Yogyakarta diselesaikan tahun 1755-1756. Bangunan lain ditambahkan oleh para sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tmpak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh seltan Hamengku Buwono VIII (1921-1939)

Dahulu bagian utama Istana dari utara keselatan dimulai dari gapura gladhag diutara sanpai diplengkung nirboyo diselatan. Bagian-bagian utama kerton Yogyakarta dari utara keselatan adalah gapura gladhag pangurakan, komleks alun-alun ler (lapangan utara) dan masjid gedhe (masjid raya kerajaan), kompleks pagelaran, kompleks siti hinggil ler, komleks kamangdhungan ler, kompleks srimanganti, kompleks kedaton, kompleks kemagangan, kompleks kemandungan kidul, kompleks siti hinggil kidul (sekarang disebut sasana hinggil), serta alun-alun kidul (lapang selatan) dan plengkung nirbaya yang biasa disebut plengkung gadhing.
Sebagian besar  bangunan di utara kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan sebelah selatan kompleks kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah kedhaton sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namunn demikian ada bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan Keraton juga memiliki bagian yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah kompleks Pracimosono, Kompleks Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari dan Kompleks Istana Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di dalem Mangkubumeng). Disekeliling Keraton dan didalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari tembok atau dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dindingg tersebut ada beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara lain tugu Pal putih, Gedhong Krapyak, Dalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri) dan Pasar Beringharjo.

C. Bangunan Kompleks Depan
§  Gladhag-Pengarukan
Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara adalah Gapura Gladhag dan Gapura Pengarukan yang terletak persis beberapa meter di sebelah selatanya. Kedua gerbang ini tampak seperti pertahanan yang berlapis, konon Pengarukan merupakan tempat penyerahan suatu daftar jaga atau tempat pengusiran dari kota bagi mereka yang mendapat hukuman pengasingan atau pembuangan.
Versi lain mengatakan ada tiga gerbang yaitu Gapura Gladhag, Gapura Pengarukan Njawi, dan Gapura Pengarukan Lebet. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujung utara jalan Trikora ( Kantor Pos Besar Yogyakarta dan Bank BNI 46) namun sekarang ini sudah tidak ada. Disebelah selatanya adalah Gapura Pengarukan Njawi yang sekarang masih berdiri dan menjadi gerbang pertama jika masuk Keraton dari utara. Diselatan gapura Pengarukan Njawi terdapat pelataran/lapangan Pengarukan yang sekarang sudah menjadi bagian dari jalan Trikora. Batas sebelah selatannya adalah Gapura Pengarukan Lebet yang juga masih berdiri. Selepas dari gapura Pengarukan terdapat alun-alun Ler.

§  Alun-alun Ler
Alun-alun ler adalah sebuah lapangan berumput dibagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang cukup tinggi. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja yang tampak. Dibagian pinggir sudah dibuat jalan beraspal yang dibuka untuk umum.
Dipinggir alun-alun ditanami deretan pohon beringin, dan ditengah-tengahnya terdapat sepasang sengkeran atau ringin kurung (beringin yang dipagari). Kedua pohon ini diberi nama kiyai Dewadari dan Kiyai Janadaru. Pada zamannya selain Sultan hanyalah pepati dalem yang boleh berjalan melewati kedua pohon beringin ini. Tempat ini pula yang dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukan “Tapa Pepe” saat pisowanan ageng, sebagai bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah.
Pada zaman dahulu alun-alun ler digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan upacara kerajaan. Diantaranya adalah upacara grebek sekaten, acara wayangan serta rampongan macan, pisowanan ageng, dan sebagainya.
Sekarang tempat ini sering digunakan untuk berbagai acara yang juga melibatkan masyarakat seperti konser-konser musik, rapat akbar, tempat penyelenggaraan ibadah hari raya Islam sampai juga digunakan untuk sepak bola warga sekitar dan tempat parkir kendaraan.

D. Kompleks Bangunan Inti
·         Kompleks Pagelaran
Bangunan utama adalah bangsal Pagelaran yang dahulu dikenal dengan nama tratag rambat. Pada zamannya pagelaran merupakan tempat para penggawa kesultanan menghadap Sultan pada upacara resmi. Sekarang sering digunakan untuk event-event pariwisata, religi dan lain-lain. Disamping untuk upacara adat keraton. Sepasang bangsal pemadengan terletak disisi jauh sebelah timur dan barat pagelaran. Dahulu tempat ini digunakan oleh sultan untuk menyaksikan latihan perang dialun-alun lor.

·         Siti Hinggil Ler
Diselatan kompleks pagelaran terdapat kompleks Siti Hinggil Ler. Siti Hinggil digunakan sebagai tempat penobatan atau pelantikan raja-raja kesultanan Yogyakarta dan tempat diselenggarakannya upacara Pasowanan Agung. Pada tanggal 17 desember 1949, pernah dipakai untuk pelantikan Ir. Soekarno sebagai presiden RIS. Selain itu pernah pula digunakan untuk peresmian Universitas Negeri di Indonesia yaitu UGM (Universitas Gajah Mada). Bangunan ini telah dipugar pada zaman Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dengan ditandai candrasengkala (tahun jawa) pada bagian atas muka bangsal Siti Hinggil berbunyi “Pandhita Cakra Naga Wani” yang berarti tahun 1857 jawa. Serta ditandai dengan Surya Sengkala (tahun masehi) pada bagian atas dalam berbunyi “Gana Asta Kembang Lata” yang berarti tahun 1926 masehi

·         Kamandhungan Lor
Diselatan Siti Hinggil terdapat lorong yang membujur kearah timur barat. Dinding selatan lorong merupakan dinding cepuri dan terdapat sebuah gerbang besar, Regol Brojo Nolo sebagai penghubung Siti Hinggil dengan kemandhungan. Disebelah timur dan barat sisi selatan gerbang terdapat poros penjagaan. Gerbang ini hanya dibuka pada saat acara resmi kerajaan dan dihari-hari lain selalu dalam keadaan tertutup. Untuk masuk ke kompleks Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keraton sehari-hari melalui pintu gapura Keben disisi timur dan barat kompleks ini yanhg masing-masing menjadi pintu kejalan kemitbumen dan roto wijayan.
Kompleks Kamandhungan Ler sering disebut Keben karena dihalamannya ditanami tanaman pohon Keben. Bangsal pinconiti yang berda ditengah-tengah halaman merupakan bangunan utama dikompleks ini. Dahulu (tahun 1812) bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara dengan ancaman hukuman mati dimana sultan sendiri yang memimpin pengadilan. Kini bangsal ini digunakan dalam upacara adat seperti Grebek dan Sekaten. Diselatan bangsal poncowati terdapat kanopi besar untuk menurunkan para tamu dari kendaraan mereka yang dinamakan Bale Antiwahana.

·         Sri Manganti
Kompleks Sri Manganti terletak disebelah selatan kompleks Kamandhungan ler dan dihubungkan oleh Regol Sri Manganti. Pada dinding penyekat terdapat hiasan makara raksasa disisi barat kompleks terdapat bangsal Sri Manganti yang pada zamannya digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu-tamu penting kerajaan. Sekarang dilokasi ini ditempatkan beberapa pusaka Keraton yang berupa alat musik gamelan. Selain itu berfungsi untuk penyelenggaraan event pariwisata Keraton.

·         Kedhaton
Disisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang menghubungkan dengan kompleks Kedhaton. Dimuka gerbang terdapat sepasang arca raksasa Dwarapala yang dinamakan Cingkorobolo disebelah timur dan Bolobuto di sebelah barat. Disisi timur terdapat pos penjagaan. Pada dinding penyekat sebelah selatan tergantung lambang kerajaan.
Kompleks kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan dirindangi oleh pohon sawo kecik. Kompleks ini setidaknya dibagi menjadi tiga bagian halaman. Bagian peratama adalah pelataran Kedhaton dan merupakan bagian Sultan. Bagian selanjurtnya adalah keputren yang merupakan bagian istri dan para putri sultan. Bagian terakhir adalah Ksatriyan, merupakan bagian putra-putra sultan. Dikompleks ini tidak semua bangunan terbuka untuk umum, terutama dari bangsal kencono kearah barat.
Dibagian pelataran kedhaton, bangsal kencono yang menghadap ketimur merupakan Balairung utama diistana. Ditempat ini dilaksanakan berbagai upacara untuk keluarga kerajaan disamping untuk upacara kenegaraan. Di keempat ini terdapat tratag bangsal kencana yang dahulu digunakan untuk latihan menari. Disebelah barat bangsal kencana terdapat dalem ageng Paroboyakso yang menghadap keselatan. Bangunan yang berdinding batu merupakan pusat dari istana secara keseluruhan didalamnya disemayamkan pusaka kerajaan, tahta sultan, dan lambang-lambang kerajaan lainnya.
Keputren merupakan tempat tinggal  permaisuri dan selir raja. Ditempat yang memiliki tempat khusus untuk beribadat pada zamannya tinggal para putri raja yang belum menikah. Tempat ini merupakan kawasan tertutup sejak pertama kali didirikan hingga sekarang. Ksatriyan pada zamannya digunakan sebagai tempat tinggal putra raja yang belum menikah. Bangunan utamanya adalah pendopo Ksatriyan ini sekarang digunakan sebagai tempat penyelenggaraan tempat pariwisata. Diantara pelataran kedhaton dan Ksatriyan dahulu merupakan istal kuda yang dikendarai oleh Sultan.

·         Kemagangan
Disisi selatan kompleks kedhaton Regol Kamagangan yang menghubungkan kompleks kedhaton yang menghubungkan kompleks Kemagangan. Gerbang ini begitu penting karena didinding penyekat sebelah utara terdapat patung dua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Disisi selatannya terdapat dua ekor ular dikanan dan kiri gerbang yang menggambarkan tahun yang sama. Dahulu kompleks Kemagangan digunakan untuk penerimaan calon pegawai (Abdi Dalem Magang), tempat berlatih serta apel kesetiaan para abdi dalem magang. Bangsal magangan yang terletak ditengah halaman besar digunakan sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, pertunjukan wayang kulit yang menandai proses ritual dikeraton. Bangunan pawon ageng (Dapur Istana). Sekul Langgen berad disisi timur dan pawon ageng berada disisi barat. Kedua nama tersebut mengacu pada jenis masakan nasi langgi nasi gebuli disudut tenggara dan barat daya terdapat panti paraden. Kedua tempat ini digunakan untuk membuat paraden atau gunungan pada saat menjelang upacara grebek. Disisi timur dan barat terdapat gapura yang masing-masing merupakan pintu kejalan suryo putran dan jalan magangan.
Disisi selatan halaman besar terdapat sebuah jalan menghubungkan kompleks Kamagangan dengan Regol Gadhung Mlati. Disebelah barat tempat ini terdapat dermaga kecil yang digunakan oleh sultan untuk berperahu melintasi kanal dan berkunjung ketaman sari.

·         Kamandhungan Kidul
Diujung selatan kompleks kamagangan terdapat sebuah gerbang Regol Gadhing Mlati yang menhubungkan kompleks kamagangan dengan kompleks kamandhungan kidul. Dikompleks kamandungan kidul terdapat bangunan utama yaitu bangsal kamandhungan. Bangsal ini konon berasal dari pendapat desa Pandak Karang Nangka didaerah Sokawati yang pernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono I. Disisi selatan kamandhungan kidul terdapat sebuah gerbang Regol Kemandhungan yang menjadi pintu paling selatan dari kompleks Cepuri.

·         Siti Hinggil Kidul
Siti Hinggi Kidul atau yang sekarang dikenal dengan sasana Hinggil Dwi Abad terletak disebelah utara alun-alun kidul. Luas kompleks Siti Hinggil Kidul kurang lebih 500 m2. Sisi timur utara barat dari kompleks ini terdapat jalan kecil yang disebut dengan pamekang. Dahulu ditengah Siti Hinggil terdapat pendopo sederhana yang kemudian dipugar pada tahun 1956 menjadi sebuah gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad. Sebagai tanda peringatan 200 tahun Yogyakarta.
Siti Hinggil Kidul digunakan pada zaman dahulu oleh sultan untuk menyaksikan para prajurit keraton yang sedang melakukan geladi bersih upacara grebek, tempat menyaksikan adu manusia dengan macan dan untuk berlatih prajurit perempuan, lengan kusumo. Sekarang Siti Hinggil Kidul digunakan untuk menggelar seni pertunjukan untuk umum.

E. Kompleks Belakang
·         Alun-alun Kidul
Alun-alun kidul (Selatan) adalah alun-alun dibagian selatan Keraton Yogyakarta. Alun-alun disebut sebagai Pangkeran. Pangkeran berasal dari kata Pengker (bentuk krama) dan mburi (belakang). Hal tersebut sesuai dengan keletakan alun-alun yang memang berada dibelakang keraton.

·         Plekung Nirbaya
Plekung Nirbaya merupakan ujung selatan poros utama keraton. Dari tempat ini sultan Hamengkubuwono I masuk kekeraton Yogyakarta pada saat perpindahan pusat pemerintahan dari Kedhaton Ambar Kethawang. Gerbang ini digunakan sebagai rute keluar untuk prosesi panjang pemakaman sultan ke Imogiri. Untuk alasan ini lah tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi sultan yang sedang bertahta.

F. Bangunan-Bangunan di Lingkungan Luar Keraton
·         Taman Sari
Taman sari terletak disebelah barat daya keraton dan berada didalam benteng Keraton. Taman sari dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1758 Masehi untuk kepentingan rekreasi sekaligus berfungsi sebagai benteng pertahanan. Setelah dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I, hanya berfungsi sampai tahun 1812 Masehi, pada akhir pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono II. Dikompleks ini terdapat tempat yang masih dianggap sakral, yakni Pasarean Ledoksari tempat peraduan dan pribadi Sultan.

·         Roto Wijayan
Kompleks Roto wijayan merupakan bagian Keraton untuk menyimpan dan memelihara kereta kuda. Tempat ini mungkin dapat disebut sebagai garasi instana. Sekarang kompleks Roto wijayan menjadi museum kereta Keraton. Di kompleks ini masih disimpan berbagai kereta kerajaan yang dahulu digunakan sebagai kendaraan resmi. Beberapa diantaranya adalah Nyai Jimat, KK Garuda Yaksa dan Kiyai Rata Pralaya.

·         Makam Raja-Raja Mataram
a)      Makam Istana Kotagede
Makan kerajaan mataram kotagede itu terletak dibelakang Masjid Besar zaman Keraton Mataram yang sebelum didirikan Masjid adalah tempat kediaman Ki Ageng Pemanahan, yang dikenal juga sebagai Ki Ageng Mataram pendiri Mataram kotagede. Makam ini selesai dibuat tahun 1528 jawa (1606 masehi). Kompleks makam ini terdiri atas tiga bangunan, yang masing-masing disebut tajug yang terletak dibagian utara terdapat makam Kanjeng Nyai Ageng Enis ibu Ki Ageng Mataram, Pangeran Jaya Prana dan Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Pada bagian witana yang terletak disebelah selatan tajug terdapat makam Ki Ageng Pemanahan dan Nyi Ageng Pemanahan. Sedangkan dibagian prabayasa terdapat makam Sinuhun Prabu Hanyokrawati (Sinuhun Seda Krapyak) dan Sri Sultan Hamengkubuwono II.

b)      Makam Imogiri
Makam Imogiri terletak disebelah tenggara kota Yogyakarta. Makam Imogiri dibangun pada tahun 1630 namun ketika pembangunan makam itu selesai Pangeran Jumina paman dari Sultan Agung mengusulkan agar bukan hanya Sultan Agung saja yang dimakamkan. Pembangunan induk makam ini disebut dengan Kasultanagungan pada waktu terjadi perjanjian Giyanti pada tahun 1755 makam itu dibagi menjadi dua bagian. Bagian sebelah barat sebagai makam raja-raja Kasunan Surakarta yang dianggap lebih tua dan sebelah timur untuk makam raja-raja kesultanan Yogyakarta.

·         Pracisomo
Merupakan kompleks keraton yang diperuntukan bagi prajurit para keraton. Sebelum bertugas dalam upacara para prajurit keraton mempersiapkan diri ditempat ini. Kompleks ini tertutup untuk umum terletak disebelah barat pagelaran dan Siti Hinggil Lor.

·         Kadipaten
Kompleks ndalem Mangkubumen merupakan istana putra mahkota atau dikenal dengan nama Kadipaten. Tempat ini terletak dikampung Kadipaten sebelah barat laut Taman Sari. Sekarang kompleks ini digunakan sebagai kampus Universitas Widya Mataram.

·         Kawasan Tertutup
Kompleks tamanan merupakan kompleks taman yang berada di barat laut kompleks Kedhaton. Kompleks ini tertutup untuk umum disini terdapat Masjid atau kompleks Panepen yang digunakan oleh Sultan dan keluarga kerajaan. Tempat ini digunakan sebagai tempat akad nikah bagi keluarga sultan.

F. Warisan Budaya
Selain memiliki kemegahan bangunan keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan budaya yang tidak ternilai. Diantaranya adalah upacara-upacara adat, tarian sakral musik, dan pusaka (Heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah upacara grebek sekaten dan siraman pusaka.




G. Pusaka Kerajaan (Royan Heirlooms)
Pusaka dikeraton Yogyakarta disebut sebagai keagungan dalem yang dianggap memiliki kekuatan magis atau peninggalan yang diwarisi oleh generasi awal. Dalam lingkungan keraton, pusak terdapat baik dalam benda nyata ataupun pesan yang terdapat dalam sesuatu yang lebih abstrak seperti penampilan. Keraton memiliki peraturan mengenai hak resmi atas orang yang akan mewarisi benda pusaka. Pusak memiliki kedudukan yang kuat dan orang luar selain keluarga kerajaan tidak dapat dengan mudah mewarisinya. Benda-benda pusaka keraton memiliki nama-nama tertentu. Sebagai contoh adalah Kiyai Permili yaitu kereta kuda yang digunakan untuk mengangkut abdi dalem manggung yang membawa Rageelia. Selain nama pusaka tersebut mempunyai gelar dan kedudukan tertentu, tergantung jauh atau dekatnya hubungan dengan sultan. Seluruh pusaka dalam jabatannya diberi Kiyai (K) jika bersifat maskulin atau Nyai (Ny) jika bersifat feminim. Apabila pusaka tersebut sedang atau pernah digunakan oleh sultan diberi tambahan Kanjeng. Sebagai contoh adalah Kanjeng Nyai Jimat sebuah kereta kuda yang dipergunakan oleh Sultan Hamengkubuwono I sampai Sultan Hamengkubuwono IV sebagai kendaraan resmi.
Wujud benda pusaka bermacam-macam. Benda-benda tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1.      Senjata Tajam (Tombak KK Gadatapangan, Keris, Wedhung, ataupun Pedang KK Mangunoneng)
2.      Bendera dan Panji Kebesaran (KK Pujo dan KK Puji)
3.      Perlengkapan Kebesaran (satu set regalia yang disebut KK upocoro dan Lambang kebesaran Sultan disebut KK ampilan)
4.      Alat-alat Musik (Gamelan KK Kancil Belik)
5.      Alat-alat Transportasi (Kereta kuda, Tandu Lawak dan Pelana kuda KK cekathak)
6.      Manuskrip, babad (kronik) berbagai karya tulis lain ( KK Surya Raja/Buku matahari Raja-raja, KK Al-Quran dan KK Baratayudha)
7.      Perlengakapan Sehari-hari (Priyuk Ny Mrico yang hanya digunakan untuk upacara grebek mulud)
8.      Lain-lain (Wayang Kulit KK Jayaningrum/Arjuna dan Guci tembikar K Danumurti yang berasal dari Aceh yang juga terdapat dipemakaman Imogiri), dan sebagainya.

H. Lambang Kebesaran
KK ambilan merupakan satu set benda-benda penanda martabat Sultan. Benda-benda tersebut adalah dampar kencana (Singgasana Mas) berikut Pancadan/Amparan (tempat tumpuan kaki Sultan dimuka singgasana) dan Dampar Cempuri (untuk meletakan seperangkat sirih pinang disebelah kanan singgasana sultan), panah, Gandhewa (Busur Panah), pedang, Tameng, Elar Badhak (Kipas dari burung merak), KK Al-Quran, Sajadah, Songsong (Payung kebesaran) dan beberapa tombak. KK ambilan ini selalu berada disekitar sultan saat upacara resmi kerajaan. KK ambilan dibawa oleh sekelompok Ibu-ibu atau nenek-nenek yang sudah Menopause.
·         Gamelan
Gamelan merupakan seperangkat alat musik tradisional jawa. Keraton Yogyakarta memiliki sekitar 18-19 set gamelan pusaka, 16 diantanya digunakan sedangkan sisanya dalam kondisi kurang baik. Setiap gamelan memiliki nama kehormatan sebagai mana sepantasnya pusaka yang sakral. Tiga buah gamelan (KK Guntur laut, KK Maeso Ganggang, Guntur Madu) berasal dari zaman sebelum perjanjian Giyanti dan 15 sisanya berasal dari kesultanan Yogyakarta.

·         Tanda Jabatan
Beberapa pusaka khususnya keris juga digunakan sebagai simbol jabatan orang yang memakainya. Sebagai contoh adalah KKA Kopek. Keris utama keraton Yogya ini merupaka Keris yang hanya diperkenankan untuk dipakai sultan yang sedang bertahta yang melambangkan martabatnya sebagai kepala kerajaan. KK Joko Piturun merupakan Keris yang dipinjamkan oleh sultan kepada Pangeran Adipati Anom, Putra mahkota kerajaan sebagai tanda jabatannya. Keris KK Toyatinaban merupakan keris yang dipinjamkan oleh sultan kepada Gusti Pangeran Harya Hangabehi, putra tertua sultan sebagai lambang kedudukan selaku kepala Perentah Hageng Karaton. 

No comments:

Post a Comment