masyarakat hukum
adalah kelompok-kelompok masyarakat yang tetap dan teratur dengan mempunyai
kekuasaan sendiri dan kekayaan sendiri baik berwujud atau tidak berwujud.
Budaya hukum
adalah meliputi pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari masyarakat mengenai
pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistim hukum yang berlaku, dengan
perkataan lain, budaya hukum itu adalah iklim dari pemikiran sosial tentang
bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar atau dilaksanakan.
Filsafat hukum
merupakan ilmu pengetahuan yang berbicara tentang hakekat hukum atau keberadaan
hukum.
Pendidikan hukum ialah pendidikan buat seseorang yang ingin menjadi seseorang
yang ahli di bidang hukum maupun mereka yang secara sederhana bertujuan menggunakan
gelar hukumnya dalam beberapa tingkat, baik terkait dengan hukum itu sendiri
(seperti politik atau akademi) maupun bisnis.
a). Konsep Hukum Hans Kelsen
Teorinya yang “murni” (the pure theory of law) bebas dari elemen-elemen
asing pada kedua jenis teori tradisional, teori tersebut tidak tergantung pada
pertimbangan-pertimbangan moralitas dan fakta-fakta aktual.
Menurut kelsen,
filosofi hukum yang ada pada waktu itu dikatakan telah terkontaminasi oleh ideologi
politik dan moralitas disatu sisi, dan telah mengalami reduksi karena ilmu
pengetahuan disisi yang lain. Sedangkan hukum itu sendiri harus murni dari
elemen-elemen asing yang tidak yuridis. Inilah prinsip metodologis dasarnya
dari konsep Hans kelsen tentang konsep hukum murninya.
Bagi kelsen, hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan isi (material). Jadi, keadilan sebagai isi hukum berada diluar hukum. Suatu hukum dengan demikian dapat saja tidak adil, tetapi ia tetaplah hukum karena dikeluarkan oleh penguasa
Bagi kelsen, hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan isi (material). Jadi, keadilan sebagai isi hukum berada diluar hukum. Suatu hukum dengan demikian dapat saja tidak adil, tetapi ia tetaplah hukum karena dikeluarkan oleh penguasa
b). Konsep Hukum John Austin
Ada dua konsep hukum dari john austin yang kami dapatkan dari berbagai
buku, yaitu:
a. Konsep
hukum bahwa hukum memiliki dua dimensi hukum
b. Konsep
hukum bahwa hukum adalah sebagai komando (law is command of sovereign)
Dari dua konsep hukum
yang dia jelaskan konsep hukum bahwa hukum adalah komando lebih banyak
diperbincangkan dalam pembahasan-pembahasan pada referensi.
Konsep hukum hart yang dituangkan pada bukunya the concept of law,
menjelaskan bahwa pertama-tama hukum harus dipahami sebagai sistem peraturan.
Dengan pendapatnya bahwa hukum ternyata adalah suatu sistem peraturan maka bisa
di simpulkan ada sedikit kesamaan antara konsep hukun Hohn Austin, yaitu teori
hukum murni yang memurnikan hukum dari anasir-anasir asing dengan konsep hukum
H.L.A Hart tentang hukum harus dipahami sebagai sistem peraturan.
Melihat dari pernyataan Hart bahwa pertama-tama hukum harus dipahami
sebagai suatu sistem peraturan, ia membagi dua dalam konsep hukumnya tentang
peraturan itu, yaitu:
1.
Peraturan Primer
peraturan primer
terdiri dari standar-standar bagi tingkah laku yang membebankan berbagai
kewajiban. Peraturan-peraturan primer menentukan kelakuan-kelakuan
subjek-subjek hukum, dengan menyatakan apa yang harus dilakukan, apa yang
dilarang.
Lebih lanjut Hart menjelaskan bahwa peraturan primer tersebut hanya bisa
efektif mengatur tata tertib sosial apabila
a.
membuat pembatasan terhadap kekerasan, pencurian, dan penipuan.
b.
Mendapat dukungan mayorita.
c.
Masyarakat relatif memiliki keterikatan primodial (misalnya ikatan darah,
perasaan, dan keyakinan)
Akan tetapi, walaupun
meskipun peratutan primer telah memenuhi syarat-syarat tersebut, peraturan
primer belum tentu berlaku efektif seperti halnya hukum. Alasannya, peraturan
primer bukanlah sistem hukum, melainkan sejumlah standar umum yang terpisah
satu sama lain. Meskipun berfungsi sebagai struktur sosial, peraturan primer
memiliki beberapa kelemahan mendasar.
Meskipun berfungsi sebagai struktur sosial, peraturan primer memiliki
beberapa kelemahan mendasar.
a.
Dalam peraturan primer tidak ada lembaga atau otoritas resmi yang berfungsi
melakukan penilaian dan penyelesaian konflik. Akibatnya terjadi ketidak pastian
dalam pekaksanaan peraturan primer.
b.
Peraturan primer bersifat statis. Bila terjadi perubahan, maka perubahan
itu berjalan begitu lamban sehingga tidak cukup responsif terhadap perkembangan
masyarakat. Karena dalam skemanya, masih dibutuhkan proses dimana peraturan itu
harus menjadi kebiasaan terlebih dahulu sebelum diterima dan diakui sebagai
kewajiban yang harus dpenuhi. Bahkan kadangkala peraturan primer ini bersifat
statis dalam arti radikal dan sulit sekali untuk dirubah.
c.
Inefisiensi dalam penegakan peraturan primer. Dapat saja terjadi perdebatan
berkepanjangan apakah terjadi pelanggaran atua tidak terhadap peraturan
tertentu tanpa adanya penyelesaian yang jelas karena peraturan primer tidak
memiliki otoritas penentu terakhir.
2. Peraturan
Sekunder
Aturan-aturan sekunder
adalah sekelompok aturan yang memberikan kekuasaan untuk mengatur penerapan
aturan-aturan hukum yang tergolong kedalam kelompok yang sebelumnya atau
aturan-aturan primer. Aturan-aturan yang dapat digolongkan kedalam kelompok ini
adalah aturan yang memuat prosedur bagi pengadopsian dan penerapan hukum
primer. Berisi pemastian syarat-syarat bagi pelakunya kaidah-kaidah primer dan
dengan demikian menampakkan sifat yuridis kaidah kaidah-kaidah itu.
Peraturan sekunder
dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
a. Peraturan pengakuan
Peraturan pengakuan
adalah peraturan yang berfungsi mengatasi problem ketidak pastian peraturan
primer
b. Peraturan perubahan
Peraturan perubahan
adalah peraturan yang vberfungsi untuk mengatasi masalah berkaitan dengan siat
status peraturan primer
c. Peraturan penilaian dan penyelesaian konflik
Peraturan ini menetapkan mekanisme untuk
mengatasi problem inefiensi dalam peraturan primer.
Pembentukan hukum dan implementasinya
tidak lepas dari pengaruh sosial dan personal terutama pengaruh sosial politik.
Kualitas dan karakter hukum juga tidak lepas dari pengaruh personal tersebut
terutama kekuatan politik pada saat hukum itu dibentuk.
a.
Bentuk Hukum Tidak Tertulis
Bentuk hukum yang tidak tertulis merupakan aturan atau kaidah yang tidak
dituangkan dalam bentuk peraturan secara tertulis. Hukum yang tidak tertulis
biasanya merupakan aturan atau norma yang hidup dan berkembang dalam kehidupan
masyarakat.
Bentuk hukum yang
tidak tertulis biasanya kita jumpai di daerah-daerah yang masih kental
memberlakukan hukum adat sebagai aturan yang berlaku dalam masyarakatnya.
Namun, tidak semua dari hukum adat tersebut dapat dikategorikan sebagai hukum
yang tidak tertulis karena diantaranya ada juga yang telah dituliskan melalui
media daun atau kulit dengan menggunakan bahasa daerah setempat dan diakui
sebagai hukum yang berlaku serta telah diwariskan secara turun temurun dimana
ketentuan yang dituangkan dalam hukum adat tersebut diakui dan dipatuhi oleh
masyarakat setempat.
Hukum yang tidak tertulis juga biasa kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari adalah norma-norma kesusilaan dan kesopanan. Norma-norma tersebut
merupakan bentuk hukum yang tidak tertulis namun tetap diakui dan dilaksanakan
oleh masyarakat. Demikian pula bahwa mereka yang melanggar norma tersebut akan
dikenakan sanksi.
Salah satu kelebihan dari bentuk hukum yang tidak tertulis adalah
kemampuannya mengikuti perkembangan zaman. Bentuk hukum yang tidak tertulis
lebih dinamis. Hal ini dapat dilihat dalam parameter yang digunakan seseorang dalam
memandang suatu norma kesusilaan, misalnya cara pandang kita terhadap gaya
berpakaian laki-laki dan perempuan pada era 1980-an dengan saat ini.
Terdapat batasan-batasan norma kesusilaan dan kesopanan yang telah bergeser
dari waktu ke waktu. Dengan demikian dapat juga sekaligus dikatakan bahwa
kekurangan bentuk hukum yang tidak tertulis adalah tidak terdapatnya kepastian
hukum.
b. Bentuk hukum yang
tertulis
Kita semua mengetahui
bahwa salah satu contoh bentuk hukum yang tertulis adalah peraturan perundang-undangan.
Ini merupakan bentuk hukum yang dikodifikasikan sehingga mudah diketahui oleh
masyarakat luas. Isinya tentu lebih komprehensif bila dibandingkan dengan
bentuk hukum yang tidak tertulis sehingga memiliki kepastian hukum.
Salah satu kekurangan dari bentuk hukum yang tertulis adalah mekanisme yang
harus dilalui untuk mendinamisasi muatan peraturan agar sesuai dengan
perkembangan. Bentuk hukum yang tertulis disusun dengan berbagai perencanaan
dan perhitungan serta teknik penulisan yang baik sehingga dapat dihasilkan
produk perundang-undangan yang berkualitas dan aplikable (dapat diaplikasikan).
Pelaksanaan Hukum yang transparan dan
terbuka di satu sisi dapat menekan dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh
tindakan oleh masyarakat sekaligus juga meningkatkan dampak positif dari
aktifitas masyarakat, hukum pada dasarnya memastikan munculnya aspek-aspek
positif dari kemanusiaan dan menghambat aspek negatif dari kemanusiaan.
Penerapan hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan ketertiban dan
memaksimalkan ekspresi potensi masyarakat.
Dengan
demikian penegakkan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak bagi upaya –
upaya penciptaan masyarakat yang damai dan sejahtera. Apabila hukum
ditegakkandan ketertiban diwujudkan, maka kepastian, rasa aman dan tentram,
ataupun kehidupan yang rukun akan dapat terwujud.
Kata Evaluasi berasal dari bhasa inggris “Evolution” yang
mengandung kata dasar ValueNilai”. Kata Value atau nilai dalam
istilah evaluasi berkaitan dengan keyakinan bahwa sesuatu hal itu baik/buruk,
benar/salah, kuat/lemah, cukup/belum cukup, dan sebagainya. Secara umum,
Evaluasi diartikan sebagai suatu proses mempertimbangkan suatu hal/gejala
dengan mempergunakan patokan-patokan tertentu ynsg bersifat kualitatif.
Misalnya baik tidak baik, memedai atau tidak memadai, dan sebagainya.
Untuk mengetahui pemahaman yang jelas tentang Evaluasi, khususnya evaluasi
Hukum, maka kami mendefinisikan evaluasi hukum sebagai berikut
;adalah suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis, dan
menafsirkan apakah seseorang dipandang telah mencapai target pengetahuannya/keterampilannya
tentang hukum?
Dalam masyarakat terdapat beraneka warna
hukum, kebiasaan, peraturan agama, tradisi, peraturan perkumpulan yang
kesemuanya itu dalam beberapa hal membatasi tindak tanduk manusia., dan
mengatasi hasrat hatinya yang sejati. Keinginan-keinginan dan cita-citanya
sampai tingkat tertentu disesuaikan dengan jarring-jaring pengawasan yang
kompleks ini.
No comments:
Post a Comment